Mengkolektifkan Audiens Target via Komunitas

Hingga saat ini, agaknya belum ada yang mengalahkan stereotip di industri ponsel, khususnya Indonesia, dengan seruan, “Duh, ngehang mulu hape lo. Hape Cina, ya?”. Biarpun begitu, ‘hape Cina’ terus mengalami peningkatan demand yang akhirnya menjadi love-hate relationship antara pengguna dan produk, karena tak jarang kualitasnya memang betul-betul payah. Lebih kurang, perusahaan teknologi asal Tiongkok dengan revenue $11,9 Miliar, Xiaomi, berhasil mengusangkan konsepsi klise tadi.

Mari kita kesampingkan dulu urusan kualitas Xiaomi dari sudut pandang teknologi. Untuk kasus Indonesia, sudah banyak yang mengakui kekuatan strategi bisnis Xiaomi yang hidup dan kukuh, lewat produk yang digandang-gadang berada di kelas premium dan menurunkan kadar hate relationship-nya; banyak yang semakin loyal, tidak sedikit pula yang kemudian menjadi pengguna baru produk Xiaomi.

Berakar dari hal ini, komunitas dan forum online yang solid kini menjadi kekuatan pemasaran Xiaomi di Tanah Air, atau yang lumrah disebut community marketing.

Mendengar dan berbincang sebagai seorang teman dan expert di saat yang bersamaan adalah salah satu tool yang sering digunakan oleh para brand agar lebih dekat dengan customer. Poin ini dapat dengan mudah diterapkan jika kamu mengkolektifkan para pecinta brand-mu di dalam satu komunitas. Ada dua jenis komunitas yang bisa lekat dengan brand.

  1. Komunitas organik. Gaya community marketing ini muncul tanpa adanya sambung tangan dari perusahaan. Komunitas organik ini bersatu padu murni disebabkan oleh WOM (word-of-mouth marketing)—yang kita kenal sebagai strategi marketing

Contoh nyatanya sangat banyak. Sering dengar ‘kan nama-nama club motor yang mengaitkan namanya dengan merek motor tertentu? Mereka tak ubahnya penyambung lidah brand kepada publik. Tak lupa, Xiaomigeek juga merupakan komunitas yang lahir secara natural.

  1. Komunitas sponsor. Untuk community marketing yang satu ini, perusahaan terlibat langsung dalam promosi dan aktivitas komunitas. Mereka berinvestasi untuk kegiatan grup dan CSR (corporate social responsibility).

Loop.co.id, portal komunitas digital kreatif garapan Telkomsel, adalah bukti otentiknya. Lewat konsep dinamis dan youth yang mereka usung, Telkomsel berupaya mengembangkan talenta dan minat-minat anak muda ke arah positif.

Dari media sosial saja sudah bisa terlihat ‘kan bedanya dua tipe komunitas ini?

Di zaman media online seperti ini, community marketing punya alasan untuk dikerjakan secara serius, terutama dalam pengelolaan konten media sosial. Fanpage atau akun Twitter adalah komunitas bagi mereka yang loyal dan memiliki satu kegemaran sama. Moreover, a good content marketing can lead collect your target market, and boost the community engagement.

So, how’s your brand community? We’re looking forward to collaborate it with our content marketing!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Let us help you with your projects