Ketika Bisnis “Bermain” Twitter

idea@work - Ketika Bisnis “Bermain” Twitter #blogpost
Ketika Bisnis “Bermain” Twitter

Twitter nampaknya sudah menjadi aktivitas utama dalam berkomunikasi di Indonesia. Batasan berekspresi sepanjang 140 karakter tidak lantas membuat orang enggan untuk menggunakan media sosial berlogo burung ini. Malah, hal ini justru dipandang sebagai tantangan agar para penggunanya lebih kreatif dalam menyusun kata dan huruf. Tak heran, Twitter juga kemudian melabelkan dirinya sebagai “microblogging service” alias blog dalam bentuk yang lebih pendek/mikro.

Sejak popularitas Twitter melambung, beberapa diksi baru pun muncul dalam pecakapan sehari-hari. Mention, avatar, retweet, timeline, RT, follow/unfollow, dan lain-lain, menjadi indikator betapa sudah membuminya Twitter di benak penggunanya.

Cara kerja dan UI yang simpel dan mobile-friendly juga membuat penggunanya semakin giat untuk membagi kegiatan sehari-harinya di Twitter, bahkan merevolusi cara kita berkomunikasi dan berbagi.

Bersamaan dengan semakin derasnya aliran informasi yang beredar di dalamnya, kini Anda bisa menjumpai bahasan mengenai perencanaan keuangan, humor, foto hewan peliharaan, tips percintaan, hingga pantauan lalu lintas – semuanya dalam satu halaman. Anda bahkan dapat melakukannya sambil me-mention teman atau SelebTweet favorit Anda.

Salah satu hal yang juga banyak di-post seseorang di Twitter adalah review. Bukan suatu ulasan terpadu yang biasa Anda jumpai di surat kabar, namun lebih berupa citizen review yang diungkapkan dengan singkat dan menggunakan bahasa yang sangat akrab di telinga (atau dalam hal ini, mata?).

Berikut adalah salah satu contohnya:

idea@work - Ketika Bisnis “Bermain” Twitter #blogpost
Ketika Bisnis “Bermain” Twitter

Ditulis layaknya rekomendasi dari sahabat Anda, perbedaannya semua orang dapat mengakses tweet ini (dengan catatan akun tersebut tidak di-set private). Tweet tersebut biasanya akan dibalas dengan, “Di mana?” atau “Ajak-ajak dong”.

Dengan membanjirnya iklan di ruang pribadi kita, dibandingkan dengan ulasan berbayar dimana pemilik restoran membayar pihak media untuk menulis ulasan positif, banyak orang yang akhirnya jauh lebih percaya dengan ulasan singkat seperti di atas. Klaim ini didukung oleh hasil studi olehNielsen yang menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan rata-rata orang terhadap berbagai bentuk iklan hanya sebesar kurang dari 50%, namun tingkat kepercayaan terhadap rekomendasi yang diberikan oleh orang yang mereka kenal (peer recommendation) dapat mencapai 92%.

Tentu saja, aliran informasi adalah habitat alami para marketer. Anda sendiri bisa melihat di baliho/reklame/spanduk di jalanan, banyak brand/perusahaan sudah mencantumkan nama Facebook Page dan Twitter-nya. Dengan dua media tersebut, para pemasar berharap akan mampu meraih awareness publik dan membentuk engagement yang dapat berujung pada loyalitas pelanggan atau datangnya insight yang berguna bagi para pemasar itu sendiri.

idea@work - Ketika Bisnis “Bermain” Twitter #blogpost
Ketika Bisnis “Bermain” Twitter

Social Media Report 2012 mengungkapkan bahwa di kawasan Asia-Pasifik, tingkat pengembilan keputusan pembelian (buying decision) berdasarkan informasi dari media sosial dapat mencapai lebih dari 50%. Hal ini tentu merupakan salah satu alasan mengapa para pemasar mengadakancampaign di media sosial, terutama mereka yang memasarkan produk bagi segmen usia remaja hingga dewasa muda.
Data lainnya dari Semiocast mengungkapkan Indonesia termasuk dalam 10 besar negara dengan jumlah pengguna terbesar di dunia.

Menariknya, masih dari sumber yang sama, Jakarta dan Bandung tercatat sebagai 2 kota di Indonesia dengan penduduk yang paling doyan nge-tweet dibandingkan kota lainnya. Menyumbang sekitar total 3,7% dari traffic Twitter secara global, Jakarta sendiri menjadi kota teraktif mengalahkan kota-kota di Amerika Serikat, negara asal Twitter.

Dengan fakta tersebut, jelas menjadi kewajaran bagi marketer di Indonesia untuk menerapkan Social Media Marketing, dengan Twitter menjadi salah satu tools utama yang dapat dimanfaatkan.

Adalah PR para pemasar untuk mempengaruhi opini publik terhadap brand-nya dengan berbagai cara, dan Twitter memiliki keunikan sekaligus kekuatan yang menekankan pada komunikasi 2 arah dan pembentukan “loyalis” yang, seperti contoh di atas, mampu menulis sebuah ulasan positif dan memberikan rekomendasi kepada peer-nya. Lebih jauh dari itu, loyalis ini bahkan dapat menjadispoke person alias perwakilan brand, yang dapat merespon keluhan hingga pencarian product knowledge calon customer. Para pembacanya pun akan mendapat kesan bahwa mereka tidak berada dalam suatu upaya pemasaran brand, meskipun kenyataannya tidak demikian.

Berdasarkan seluruh fakta dan dengan segala benefit yang dapat diperoleh diatas, pertanyaan besarnya adalah: apakah brand Anda sudah memanfaatkannya?

note: tulisan ini telah dimuat di Trenologi tanggal 13 Maret 2013.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Let us help you with your projects