Media, Propaganda, dan Generasi Muda

Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-72! Semoga perjuangan untuk meraih kemerdekaan di masa lalu tidak kita sia-siakan dengan bermalas-malasan saja, ya. Berkaitan dengan hari kemerdekaan, kali ini kita akan membahas isu yang sedikit banyak berkaitan dengan hal tersebut. Setelah sebelumnya kita membahas tentang worldview generasi internet yang dipengaruhi oleh teknologi filter bubble, kali ini kita akan membahas tentang media, propaganda, dan generasi muda. Mengapa ketiganya bisa saling berkaitan? Dan apa kaitannya dengan Hari Kemerdekaan kita?

Media, seperti yang kita ketahui, merupakan sebuah alat ataupun metode untuk menyampaikan dan menyebarkan informasi. Dalam perkembangannya, media informasi yang kita konsumsi atau manfaatkan tentunya mengalami banyak sekali perubahan, terutama dari sisi teknologi. Di masa lalu, media informasi yang dimanfaatkan berupa media cetak seperti koran dan majalah, lalu muncul radio, televisi, hingga kini kita mengenal internet. Nah, bicara mengenai perjuangan pahlawan-pahlawan kita untuk meraih kemerdekaan 72 tahun yang lalu, tahukah kamu bahwa media tidak hanya digunakan untuk sekadar memberi informasi, tetapi juga dimanfaatkan sebagai alat propaganda? Tenang saja, kita tidak akan membahas media sebagai alat propaganda perang, tetapi setidaknya kita menyadari peran penting media bagi perubahan ataupun revolusi yang terjadi dalam suatu negara. Selain koran, kita tentunya juga mengenal istilah poster, salah satu media cetak yang juga dimanfaatkan oleh beberapa seniman Indonesia di masa kolonial untuk membangkitkan semangat para pejuang. Saat ini, kita mengenal poster sebagai media publikasi acara ataupun upaya branding sebuah produk. Di masa lalu, poster berperan penting untuk membuat revolusi, lho.

Ada yang tahu siapa seniman yang membuat poster revolusi di atas? Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa poster yang dibuat di tahun 1945 tersebut merupakan hasil kolaborasi antara sastrawan Chairil Anwar (yang membuat teks) dengan perupa S. Sudjojono, Affandi, dan Dullah. Tak hanya di Indonesia, poster memang seringkali dimanfaatkan oleh banyak negara di era Perang Dunia, lho. Nah, ketika kata ‘media’ sudah bersatu dengan istilah propaganda (baca: media propaganda), lantas apakah media tersebut bisa dianggap berbahaya atau berkonotasi negatif? Di era internet saat ini, lalu lintas informasi tentunya sudah jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan era revolusi di tahun 1945. Persebaran informasi tidak hanya dilakukan melalui media cetak seperti koran dan poster, tetapi sudah memanfaatkan teknologi digital. Hal ini yang kemudian harus kita, terutama generasi muda, pahami agar dapat lebih bijak dalam mengolah informasi-informasi yang kita terima. Siapa bilang propaganda telah berhenti dilakukan setelah kita merdeka? Atau setelah era Perang Dunia? Di masa kini, propaganda tetap banyak dilakukan, baik dengan tujuan politik maupun tujuan komersil.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Johnie Manzaria dan Jonathon Bruck berjudul Media’s Use of Propaganda to Persuade People’s Attitude, Beliefs and Behaviors menyebut istilah Dune Affect (terinspirasi oleh film berjudul Dune), yaitu sebuah pemahaman bahwa siapapun yang memiliki kontrol dan akses terhadap media maka ia atau mereka juga berpotensi untuk mengontrol pendapat publik. Artikel tersebut juga mengutip pendapat seorang ahli di bidang influence, Robert Cialdini, yang mengungkapkan bahwa orang-orang yang hidup di dunia yang kompleks dan bergerak cepat akan cenderung memilih jalan pintas untuk memperoleh informasi. Jalan pintas yang membuat kita sudah terlebih dahulu menyimpulkan sesuatu tanpa melakukan riset ataupun pengecekan ulang. Kita seolah tidak punya waktu untuk memastikan kebenaran suatu berita ataupun informasi.

Bagaimana kaitannya dengan generasi muda saat ini yang tidak hanya disibukkan dengan ragam informasi melalui media-media berita di internet tetapi juga oleh media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram? Sebuah artikel berjudul Influence of Social Media on Teenagers (2016) yang ditulis oleh Suren Ramasubbu untuk blog Huffington Post, mengungkapkan bahwa generasi muda, terutama para remaja, berpotensi atau bahkan pernah mengalami depresi, aktivitas sexting, hingga cyberbullying dalam media sosial. Survey yang kemudian dia ungkapkan setidaknya menunjukkan bahaya media sosial bagi pengguna yang ‘belum dewasa’ dan oleh karenanya, penting untuk memantau ataupun memberi edukasi berkaitan dengan penggunaan media sosial bagi mereka, para calon pembentuk dunia di masa depan.

Media, propaganda, dan generasi muda. Begitulah sekiranya gambaran keterkaitan diantara ketiganya, mudah-mudahan bisa menjadi bahan pemikiran untuk kalian yang sedang berupaya untuk memberi kontribusi bagi Negara ini, ya.

Sumber:

http://jejaktamboen.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-peran-seniman-pada-masa-perjuangan-kemerdekaan.htmlhttps://www.ted.com/talks/eli_pariser_beware_online_filter_bubbles#t-134523

https://web.stanford.edu/class/e297c/war_peace/media/hpropaganda.html

http://www.huffingtonpost.com/suren-ramasubbu/influence-of-social-media-on-teenagers_b_7427740.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Let us help you with your projects