
Millennial. Ya tidak ada habisnya jika kita membahas tentang kelompok demografis ini. Sebelumnya kami sudah membahas kaum Millennial sebagai target market. Dan memang sesuai karakteristiknya, mereka merupakan sasaran yang empuk sebagai target market. Itu sebagai target market, tetapi bagaimana jika mereka menjadi rekan kerjamu?
Emily Diston, seorang HR Officer dari The Muse mengatakan bahwa dia mendapat banyak keluhan dari para manajer mengenai sulitnya menangani kaum Millennial, yang sering dicap sebagai kaum yang mandiri dan keras kepala. Jika kamu mencari “menangani Millennial” di Google, kamu akan menemukan tips untuk menangani “generasi yang sulit ditangani” ini. YouTube memiliki banyak video hiperbolik. Selain itu miskomunikasi dapat terjadi di lingkungan kerja multi-generasi. Ya, sepenting itu bagaimana kaum ini berpengaruh di lingkungan kerja.
Terkadang kualitas yang unik dari para Millennial ini menimbulkan tantangan nyata bagi manajer mereka hanya karena melawan norma kantor pada umumnya. Memahami sifat-sifat mereka dan berbicara dengan mereka bukan hanya akan membuat hidup manajer menjadi lebih mudah, tetapi juga akan membantu membuat Millennial lebih produktif.
- “Mengapa?”
Ya, Mengapa? Itulah yang sering diucapkan Millennial. Bayangkan dua pekerja: Generasi X dan Millennial (Generasi Y) menghadap bos mereka. Bos memperkenalkan sebuah proyek dan memberikan beberapa informasinya. Apa yang terjadi selanjutnya? Karyawan Gen X mengatakan “ya” tanpa mempertanyakan proses keputusan manajer atau pendekatan yang digunakan. Lain halnya dengan Millenial, bagaimanapun mereka ingin memahami “mengapa” sebelum mulai untuk bekerja, dan mempertanyakan apa yang terjadi.
Gambaran yang kontras tersebut dapat membuat Millennial terlihat tidak sopan atau seperti seseorang yang sok tahu. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Seringkali, pendekatan terbaik adalah untuk mengontekstualisasikan keputusan untuk semua karyawanmu. Sebagai permulaan, kamu tidak pernah tahu kapan mereka mungkin memiliki saran atau masukan yang baik. Selain itu, melibatkan karyawanmu ke dalam pengambilan keputusan akan membantu mereka memikirkan kontribusi mereka dan proyek-proyek dalam gambaran yang jelas.
- Menginginkan lingkungan seperti perusahaan “Startup”
Tempat kerja tradisional berkembang sesuai struktur. Generasi X menginginkan untuk bergerak di luar bilik mereka dan berinteraksi dengan beberapa rekan-rekan mereka yang lebih muda. Sementara itu Millennial relatif lebih senang dengan dinding bilik yang tinggi. Jangan lupa meja ping-pong, hari liburan terbatas, dan pilihan untuk mengatur jadwal mereka sendiri adalah tambahan yang cukup baru untuk budaya kerja tradisional.
Ternyata, Millennial sebagai rekan kerja tidak semudah menjadikan mereka sebagai target market kan? Ya, dengan mengetahui karakteristik mereka di lingkungan kerja dapat membantumu menangani generasi “keras kepala” ini.