“Yang lalu, biarlah berlalu. Ditelan, dingin malam. Hidup ini, penuh kenyataan. Hidup ini, adalah perjuangan.” Bukan, itu bukan sebuah motivasi dari Bapak bijak yang satu itu, kok. Bukan juga sebait puisi. Ya, itu merupakan penggalan lirik dari lagu berjudul “Lamunan” oleh Andromedha Band yang tersohor pada tahun 1990. Berasa nostalgia, ‘kan? Bagaimana rasanya bernostalgia? Menyenangkan bukan?
Yuk, bernostalgia sebentar saja.
Nostalgia itu berbeda-beda untuk setiap orang, tapi ada satu hal yang sama yaitu memiliki pemicu sensorik yang membawa kembali kenangan kebahagiaan. Meskipun nostalgia sering dipicu oleh perasaan negatif, tetapi hasil dari nostalgia tersebut dapat merubah perasaan yang tadinya negatif menjadi positif. Nostalgia berfungsi sebagai mekanisme penanganan emosi untuk merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.
Nostalgia terbukti memberikan manfaat psikologis yang kuat, termasuk mengurangi stres, meningkatkan kepercayaan diri, merasa terhubung dengan orang lain, dan optimis tentang masa depan. Tidak heran jika marketers menggunakan nostalgia sebagai strategi untuk memenangkan hati dan pikiran konsumen. Jika kamu bisa membuat orang merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, kamu dapat membuat mereka merasa ‘nyaman’ dengan brand-mu. Berikut merupakan contoh brand yang menggunakan nostalgia sebagai strategi marketing-nya.
Coca-Cola


Manusia senang bernostalgia tentang masa kecil dan remaja mereka, dan banyak dari perusahaan-perusahaan mencari cara untuk memanfaatkan hal yang terkesan tua dan memperbaharuinya menjadi sesuatu yang fresh. Terkadang, konsumen yang menginginkannya. Coca-Cola melihat ini ketika memutuskan untuk menghidupkan kembali merek Surge-nya yang populer di tahun 90-an. Konsumen rindu dengan soda yang ada sekitar 20 tahun yang lalu itu dan meluncurkan kampanye dengan membeli billboard seharga empat ribu dollar di dekat markas Coke untuk membawa Surge kembali. Coke sekarang menjualnya secara eksklusif di Amazon untuk sekitar 30 dollar per 12 pack.
LINE
“Jadi, beda satu purnama di New York dan di Jakarta?” — Cinta.
Penggemar Ada Apa dengan Cinta? pasti hafal dengan kutipan di atas. Ya, itu merupakan kutipan dari film pendek berjudul Ada Apa dengan Cinta? 2014 yang berdasarkan film layar lebar Ada Apa dengan Cinta? yang rilis tahun 2002. LINE meluncurkan Ada Apa dengan Cinta? 2014 sebagai alat promosi fitur terbaru LINE, “Find Alumni”. Pada tanggal 6 November 2014, film pendek ini diunggah ke situs YouTube dan menjadi viral di kalangan pengguna media sosial. Menurutmu mengapa film pendek tersebut bisa menjadi viral? Tentu saja salah satunya karena nostalgia.
Siapa sih yang tidak suka bernostalgia?
Kita semua menyadari bahwa nostalgia adalah soal memberikan rasa “Wow, blast from the past!”. Nostalgia adalah pengingat bahwa kita pernah mengalami sesuatu yang lebih baik. Ini menciptakan hubungan emosional antara brand-mu dan audiens. Namun, jangan paksakan nostalgia pada audiens-mu. Buatlah agar terkesan asli karena ingatan kita terlalu berharga untuk dipermainkan. Hindari momen atau produk yang pernah memiliki konotasi negatif. Kamu mungkin harus berusaha ekstra ketika menggunakan nostalgia sebagai strategi marketing, tapi hasilnya akan besar jika mampu membuat pelanggan-mu senang dan terlibat.